BOGOR, 17-18 PEBRUARI 2021

BOGOR, 27-29 JANUARI 2021
Dalam rangka memenuhi kebutuhan peningkatan kompetensi SDM yang relevan dengan kegiatan-kegiatan di perusahaan, lembaga maupun individu saat ini, FCG Consulting dalam waktu dekat akan mengadakan kegiatan pelatihan lingkungan, diantaranya :
1 – Nama Pelatihan :
GIS dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Tanggal 16 & 23 Januari 2021
2 – Nama Pelatihan :
Pemahaman Penilaian dan Pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (HCV)
Tanggal : 20 – 21 Januari 2021
3 – Nama Pelatihan :
Peraturan dan Aspek Teknis Pengelolaan Lingkungan (Air, Udara dan Limbah B3)
Tanggal : 27 – 29 Januari 2021
Informasi topik pelatihan lainnya bisa dilihat di www.fcg.co.id diantaranya :
Demikian dan terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.
Hormat kami,
Gunawan Ismail
TELP/HP/SMS/WA : 021-29077736, 08128791563 / 088212164750
Email : fcgconsulting.info@gmail.com
Web : www.fcg.co.id Web : www.fcg.co.id
Saya Minat :
FSC [TM] (Forest Stewadship Council) [TM] adalah salah satu lembaga dunia yang menerbitkan panduan pengelolaan hutan lestari yang berlaku secara international.
FSC adalah organisasi independen (bebas pengaruh), non-pemerintah, didirikan tidak untuk mencari keuntungan dan beranggotakan semua pihak yang mempunyai komitmen yang sama
Didirikan Tahun 1993 oleh perwakilan penggiat kehutanan dan dunia usaha
FSC mengenalkan 3 aspek pengelolaan hutan : Aspek Sosial, Aspek Lingkungan (Ekologi) dan Aspek Ekonomi (Produksi) . Prinsip-prinsip itu meliputi :
Manfaat Penerapan SFM FSC :
Standar FSC memberi pedoman untuk mengelola hutan secara baik (lestari). Pengelolaan yang dilaksanakan diakui secara internasional
Didukung oleh kesepakatan semua pihak dan meliputi aspek lingkungan (ekologi), sosial, dan ekonomi. Terdapat 10 Prinsip dan 56 Kriteria, dengan indidkator cara mengelola hutan dan telah yang disusun dengan memperhatikan cara-cara pengelolaan hutan di Indonesia. Sertifikasi ini berlaku untuk semua jenis hutan di seluruh dunia, termasuk hutan alam, hutan tanaman, hutan restorasi ekosistem dan hutan rakyat.
FCG Consulting saat ini sedang melakukan pendampingan penerapan SFM di suatu area kebun karet milik masyarakat di Provinsi Lampung seluar kurang lebih 400 hektar.
Kegiatan direncakan berlangsung selama 6 bulan, dan ditargetkan sertifikasi dapat dilakukan pada Januari atau Pebruari 2021.
Pada artikel ini, dilanjutkan dengan pembahasan umum persyaratan-persyaratan COC di kedua standar. Secara umum sebuah standar yang berisi persyaratan untuk sertifikasi COC akan terdiri dari :
⦁ Sistem Manajemen COC
⦁ Sumber Bahan Baku (Material Input)
⦁ Penanganan, Pencatatan Material dan Produk
⦁ Metode Pengendalian COC
⦁ Penjualan
⦁ Pengendalian Logo dan Trademarks
⦁ Outsourcing
Jika disimak lebih lanjut, sistem manjemen minimum yang dipersyaratkan dalam COC secara umum meliputi :
⦁ Penetapan Wakil Manajemen
⦁ Pendokumentasian Prosedur CoC
⦁ Penetapan Personal Kunci
⦁ Pelatihan
⦁ Pemeliharaan catatan (rekaman) CoC
⦁ Komitmen terhadap nilai-nilai COC
⦁ Komitmen terhadap Isu Sosial dan K3
⦁ Penanganan Komplain
⦁ Penanganan Produk yang tidak sesuai
⦁ Due Dilligence System
⦁ Internal Audit dan Tinjauan Manajemen (khusus dalam PEFC)
Terkait kebutuhan informasi dalam bentuk dokumen, rekaman dan sebagainya, COC mempersratkan disediakannya berbagai informasi diantaranya :
⦁ Prosedur-prosedur
⦁ Daftar kelompok produk
⦁ Catatan training
⦁ Dokumen pembelian dan penjualan
⦁ Catatan perhitungan material
⦁ Trademark approvals
⦁ Catatan para supplier
⦁ Komplain dan outsourcing
⦁ Pengendalian non-conforming products
⦁ Catatan terkait program uji tuntas (due diligence system – DDS)
⦁ Audit dan tinjauan (dalam PEFC)
⦁ Dll
Bagi yang berpengalaman dalam penerapan sistem manajemen mutu atau sejenisnya misal dalam ISO 9001, 14001 atau 45001, persyaratan-persyaratan diatas sudah lama dikenal sehingga tidak asing dan mudah dipahami dan kenal dalam praktek. Beberapa kalangan menyebutnya COC sebagai Mini ISO.
Bagi organisasi atau perusahaan yang telah menerapkan Sistem Manajemen (SM) ISO, penerapan COC relatif menjadi sangat mudah. Waktu serta sumberdaya yang harus disediakan relatif kecil. Tentu masih banyak isu-isu yang tidak dibicarakan secara spesifik dam SM ISO namun menjadi pembahasan inti dalam COC. Isu tersebut diantaranya mengenai pengendalian bahan baku (material), metode pengendalian COC yang diterapkan, serta pengendalian penggunaan logo dan trademark (label) dari kedua penerbit standar. Isu-isu pokok ini mengarah pada lisensi penggunaan trademark COC pada produk (on products) dan selain produk (off products).
Dalam masing-masing standar kedua lembaga memberikan panduan penggunaan logo dan trademark ini. Menarik untuk dicermati, pada kesempatan penerbitan panduan penggunaan logo dan PEFC di tahun 2020, nampak pemahaman status atau kategori produk COC kedua lembaga menjadi relatif sama. Kedua lembaga memperkenalkan kategori produk bersertifikat 100%, Mix dan Recycled. Khusus untuk istilah Mix dalam PEFC digunakan bahasa dan penampilan klaim (label) yang berbeda.
Lebih jauh kedua lembaga menyatakan bahwa logo dan informasi terkait lainnya sangat dilindungi oleh hukum yang berlaku secara internasional. Penggunaan logo dan label harus benar-benar tepat, tidak menyesatkan (missleading) dan mendapat persetujuan dari pihak berwenang yang ditunjuk. Gambar, tulisan dan klaim did dalamnya sangat ketat diatur. Begitu pula penenpatannya pada produk. Kemungkinan kedua logo tertera dalam produk yang sama pun diatur dalam standar nya. Begitu pula penggunaan logo dan trademark buak pada produk (off products) seperti di dokumen perusahaan, website, dokumen pembelian dan penjualan, media marketing dan sebagainya turut diatur dengan detail. Terakhir tidak lupa hak penggunaan logo dan trademark ini baik bagi pemegang sertifikat COC maupun pihak lainnya yang telah diatur dalam perjanjian dengan kedua lembaga dibebani biaya yang besarannya pun telah ditetapkan. Umumnya disesuaikan dengan jenis kegiatan perusahaan atau lembaga dan besaran produksi (bisnis).
Dalam praktek, tidak semua produk bersertifikat COC ini menggunakan hak pemberian logo dan label COC pada produknya. Ini bergantung pada persyaratan dari pihak pelanggan. Ada berbagai pertimbangan bisnis dan kesepakatan antara produsen atau penyedia jasa dengan pelanggan atau pasar yang dihadapinya.
Di pasar kita bisa dijumpai dengan mudah berbagai produk yang telah mendapat hak penggunaan label COC. Kini produk-produk bersertifikat COC semakin dekat dengan kita. Di berbagai toko retail atau pedagang (merchant) dekat rumah kita di Indonesia kita banyak menemukan produk atau kemasan berlabel COC ini. Dengan catatan hingga saat kita mencarinya di pasar produk-produk tersebut masih memegang hak penggunaan trademark dan/atau punya minat (merasa penting atau perlu) untuk menggunakannya sebagai on-product label.
Perapan COC pada dasarnya bersifat sukarela (voluntary), artinya bukan merupakan kewajiban (mandatory) yang dipersyaratkan oleh suatu pihak. Sifat sukarela ini tentu menjadi wajib tatkala suatu organisasi atau perusahaan menetapkan diri atau diminta oleh pelanggan untuk menerapkannya sehingga terikat.
Kembali merujuk pada 2 (dua) lembaga internasional yang paling banyak dikenal secara global, yaitu FSC dan PEFC (penulisan pihak yang dididahulukan hanya merujuk pada aturan alfabetis semata). Kedua lembaga menyediakan satu set (perangkat) standar yang dirujuk untuk digunakan jika salah atau keduanya akan diimplementasikan.
Standar-standar tersebut telah mengalami beberapa kali revisi disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan. FSC menerbitkan edisi terakhir untuk standar inti dalam penerapan COC ini tahun 2016 sementara PEFC tahun 2020 (informasi saat artikel ini ditulis).
Satu perangkat persyaratan standar yang diterbitkan oleh masing-masing lembaga umumnya meliputi standar utama yang menjadi persyaratan untuk sertifikasi dan standar pendukung. Secara keseluruhan seluruhnya meliputi standar utama untuk sertifikasi serta pedoman penggunaan logo dan pembuatan label (trademark). Lebih dari itu setiap lembaga mempunyai keperluan masing-masing untuk melengkapinya dengan pedoman-pedoman yang diperlukan dalam penerapan.
Penerapan standar ini – seperti standar-standar lainnya – dilengkapi mekanisme sertifikasi. Lembaga sertifikasi ini diakui (diakreditasi) oleh kedua lembaga tersebut. Banyak lembaga sertifikasi yang telah diijinkan untuk melakukan kegiatan sertifikasi dalam lingkup global yang juga beroperasional di Indonesia.
Menentukan lembaga sertikasi yang tepat untuk dijadikan mitra perlu mempertimbangkan beberapa hal, biasanya terkait aspek pengakuan dari pelanggan (pasar), ruang lingkup sertifikasi, biaya, waktu yag disepakati, dan pengaruh subyektif terkait informasi kinerja dan hubungan partnership yang pernah dijalani oleh berbagai perusahaan dengan lembaga-lembaga sertifikasi tersebut. Kedua lembaga menetapkan umur sertifikat yang diterbitkan selama 5 (tahun) tahun. Perusahaan yang telah bersertifikat dapat memindahkan pilihan lembaga sertifikasinya setelah selesai satu periode sertifikasi atau sebelumnya bergantung berbagai kondisi yang memungkin hal itu terjadi. Kondisi seperti ini sudah diatur dan lazim terjadi. Sistem sertifikasi dan akrediatasi internasional telah memfasilitasi situasi yang mungkin terjadi ini.
Proses audit (asssessment) oleh suatu lembaga sertifikasi berjalan sederhana sebagaimana umumnya kegiatan audit sertifikasi sistem manajemen. Lembaga sertifikasi akan menurunkan tim auditor dengan jumlah tenaga yang disesuaikan dengan ruang lingkup sertifikasi. Waktu kegiatan audit juga bervariasi, bisa lebih dari 1 (satu) hari jika ruang lingkup cukup luas atau cara mengelola sistem ini diterapkan lebih kompleks. Waktu tunggu terbit sertifikat sejak audit dilaksanakan dan seluruh persyaratan yang diperiksa dinilai lengkap dan memenuhi, diperkirakn memakan waktu normal 1-2 bulan.
Oleh karena itu setiap lembaga atau perusahaan untuk memperhatikan aspek-aspek ini agar tujuan sertifikasi sesuai dengan keinginan, baik dilihat dari kebutuhan teknis maupun waktu tercapainya target penerimaan sertifikat.
Seluruh informasi terkait berbagai pengaturan kegiatan sertifikasi oleh kedual lembaga dapat diakses sepenuhnya di www.fsc.org dan www.pefc.org. Kita dapat akses relatif penuh dan GRATIS.
COC dalam pengertian yang akan dibahas dalam artikel ini merujuk pada isu yang berkembang di bidang sertifikasi kehutanan dan produk kehutanan. Sertifikasi ini telah berkembang dalam dua atau tiga dekade terakhir. Telah banyak sektor industri yang dengan sukarela atau terpaksa oleh pasar produknya menerapkan sistem sertifikasi ini. Sesuai pengalaman penulis, setidaknya sistem ini telah banyak diterapkan di sektor kehutanan itu sendiri dan olahannya , industri kertas dan pulp, industri tekstil, alat kesehatan yang menfaatkan produk hasil kehutanan, industri percetakan dan kemasan.
Chain of Custody (CoC) secara umum diartikan sebagai sebuah proses pelacakan, pencatatan informasi dan transfer material dari hutan bersertifikat melalui tahapan-tahapan proses berikutnya. Namun secara resmi pengertian COC dapat kita temukan dalam 2 (dua) sumber utama standar rujukan dalam penerapannya. Kedua sumber tersebut berasal dari lembaga FSC (Forest Stewardship Council) dan PEFC (The Programme of Endoresement on Forestry Certification).
Menurut FSC dalam dokumen asalnya, chain of custody (CoC) is the path taken by products from the forest, or in the case of recycled materials from the moment when the material is reclaimed, to the point where the product is sold with an FSC claim and/or is finished and FSC-labelled. The CoC includes each stage of sourcing, processing, trading, and distribution where progress to the next stage of the supply chain involves a change of product ownership. (Temukan dalam Standar FSC untuk penerapan COC pada dokumen bernomor FSC-STD-40-004-V3)
Sementara menurut PEFC, chain of custody adalah processes of an organisation for handling forest and tree based products and information related to their material category, and making accurate and verifiable PEFC claims (dinukil dari standar PEFC ST 2002:2020).
Secara sederhana, dari identifikasi berbagai sumber informasi yang ada, COC diartikan sebagai sistem untuk penelusuran asal-usul bahan yang diproduksi dari hasil hutan. Tentu saja hasil hutan tersebut sebelumnya telah mendapat pengakuan sebagai bahan atau material yang keluar atau dihasilkan dari sebuah upaya pengelolaan hutan yang dinilai lestari (sustainable). Pengakuan kelestarian ini diakui secara global melalui kegiatan sertifikasi bidang kehutanan. Kerangka pengelolaan hutan yang telah mendapat pengakuan ini sering disebut pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management).